Halaman

Senin, 08 Oktober 2012

KARANGAN NON - ILMIAH

Anak Ku Pancasila


Di sebuah desa terpencil hiduplah sebuah keluarga sederhana, tapi meskipun sederhana mereka tetap bisa memberi kepada orang yang lebih miskin dan karena sifatnya itu  seluruh desa mengenal keluarga ini. Mereka sering memanggil sang suami dengan nama Patimura dan istrinya yang bernama Raden Ajeng Kartini. Tapi keluarga terasa kurang lengkap tanpa seorang anak. Itu lah yang di dambakan keluarga ini.
Pagi ini tampak berbeda, langit terlihat kurang bersahabat kelihatannya akan turun hujan tapi Patimura tetap saja pergi untuk mencari ranting-ranting di hutan. Sesampainya di hutan,  Patimura kebingungan, dia tidak melihat ranting yang jatuh ataupun berserakan di rerumputan. Ia malah mendapati seekor kelinci dengan darah di bulu putihnya, Patimura pun mendekatinya, membelai kelinci itu dan membawanya ke rumah. Tapi sesampainya di rumah Patimura baru ingat ia harus mencari ranting ia pun bergegas meletakan kelinci itu di kandang yang seadanya setelah di obati. Patimura pun kembali ke hutan tapi alangkah mengejutkan ia mendapati sebuah kendi yang berkilauan dari kejauhan. Dengan berani Patimura mulai mendekati kendi itu “semakin dekat semakin terang” geritik hati Patimura dan ternyata ia mendapati tulisan di samping kendi itu “ Tulislah apa yang kamu mau dan masukan kedalam kendi ini, Terimakasih kamu telah mengobati binatang peliharaan ku” Patimura terkejut dan langsung berlari kembali ke rumah sambil membawa kendi di tangan kanan dan surat yang di letakan di sebelah kiri.“Kartini sayang kamu di mana?” “aku di dapur ayah”. Patimura pun mendekati istrinya dan bercerita kepada Istrinya tentang apa yang telah terjadi tadi sewaktu ia ada di hutan tadi.
Mereka berdua memutuskan untuk membuang kendi itu karena tidak percaya pada hal yang seperti itu. Tetapi setiap kali mereka membuang kendi pasti besok harinya ada di depan rumah, banyak keanehan yang terjadi semenjak kejadian itu mulai dari ranting yang sangat mudah di dapatkan Patimura di hutan sampai saat Kartini masak selalu ada makanan yang di sajikan tidak sesuai dengan apa yang di masak Kartini, hal itu sangat membuat bingung keluarga Patimura. Sampai akhirnya Patimura merasa ketakutan sendiri dengan apa yang di alaminya, ia pun melakukan apa yang di tulis dalam surat yang ia temukan. Tidak lain permintaan Patimura adalah seorang anak untuk melengkapi kehidupan mereka. Setelah kendi itu di isi permintaan Patimura, semua kembali seperti semula Patimura yang memang sangat sulit mencari kayu kini kembali lagi kesulitan, Kartini pun memasak seperti biasa dan apa yang di masak kartini itu lah yang mereka makan.
2 Bulan pun berlalu, sepasang suami istri ini melakukan pekerjaan mereka seperti biasa, tapi pagi ini kartini sangat aneh ia muntah – muntah dan terlihat sangat lemah, Karena khawatir Patimura pun hari ini tidak pergi ke hutan untuk mengambil ranting dan menjaga istrinya. 3 jam berlalu Kartini terlihat tidak membaik kecemasan Patimura bertambah saat mendapati perut istrinya bertambah besar, Patimura bingung dan panik harus kemana dia, apa yang terjadi dengan Istrinya. Setiap jam berlalu perut kartini semakin membesar tapi Patimura tetap duduk di samping istrinya tanpa meminta bantuan kepada tetangga sekitar. Sampai pada puncaknya malam hari Kartini merintih kesakitan, Patimura bingung harus berbuat apa ia pun langsung berlari ke rumah tetangga untuk meminta bantuan. Tetapi sesampainya di rumah Patimura para tetangga mendapati kartini mengeluarkan seorang anak yang masih berlumur darah. Tetangga pun langsung bergegas membersihkan bayi itu dan membantu persalinan Kartini yang sangat mendadak itu. Keesokan harinya Patimura dan Kartini saling berpandangan di kasur kecil dan tipis itu mereka saling berpelukan dan dengan segenap rasa cinta membelai bayi yang mereka miliki entah dari mana asalnya .
Pancasila adalah nama anak dari Patimura dan Kartini kini dia sudah tumbuh dewasa berbadan tegap, berwajah Tampan, berkulit putih,dan di kagumi oleh seluruh gadis–gadis desa, meskipun begitu Pancasila tidak pernah sombong, Karena didikan yang baik itu lah kini Pancasila menjadi saudagar kaya dan bisa merawat kedua orang tuanya dengan baik meskipun masa kanak–kanaknya kelam karena sering di ejek sebagai anak jin atau anak kendi tapi ia tetap tidak memperdulikan hal itu, ia tetap mendengar semua yang di ajarkan kedua orang tuanya. Selain itu Pancasila di kenal di kampungnya sebagai pendekar silat terhebat dan mampu menguasai jurus - jurus dalam silat dengan cepat hingga dia sekarang mengajarkan ilmunya kepada anak didiknya. Sekarang orang desa di tempatnya tidak lagi menyebut Pancasila sebagai anak Jin atau anak kendi tetapi memanggil Pancasila dengan sebutan Kesaktian Pancasila, kenapa harus kesaktian? Orang sering bilang Pancasila tidak akan bisa jadi apa – apa tapi buktinya sekarang ia menjadi orang yang tumbuh dan di kagumi semua orang dari itu ia di sebut Kesaktian Pancasila. Akhirnya Patimura dan Kartini hidup bahagia bersama anak mereka yang patut di banggakan yaitu Pancasila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar