PENGERTIAN
DRAMA
Asal kata ‘’DRAMA’’
dari Bahasa Yunanai yang artinya, berbuat, berlaku, bertindak, atau
beraksi. Drama berarti perbuatan atau tindakan (action). Drama
sebagai salah satu genre sastra atau cabang sastra kesenian yang
mandiri. Drama adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian
untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani
yang berarti "aksi", "perbuatan". Drama bisa
diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau
televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan
tarian, sebagaimana sebuah opera. dan ada juga yang menyebutkan Drama
adalah salah satu jenis karya sastra yang mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan karya sastra jenis lain, yaitu unsur pementasan
yang mengungkapkan isi cerita secara langsung dan dipertontonkan di
depan umum. Meskipun demikian, ada juga naskah drama yang sifatnya
hanya untuk dibaca atau sering disebut closed drama. Ada drama naskah
dan ada drama pentas.
Drama
Naskah, salah satu genre yang disejajarkan dengan puisi, prosa.
Drama
Pentas, jenis kesenian mandiri yang mengintegrasi antara berbagai
jenis kesenian, seperti musik, tata lampu, dekorasi, kostum, rias,
dll.
•
Bahasa drama adalah
bahasa sastra, karena bersifat konotatif.
•
Konflik manusia
merupakan dasar lakon, baik yang ditulis atau yang dipentaskan.
•
Teater mempunyai
makna yang lebih luas daripada drama, karena dapat berarti drama,
gedung, pertunjukan, panggung, grup pemain drama, dapat pula berarti
segala bentuk tontonan yang dipentaskan didepan banyak orang
Anatomi
Sastra Drama
Walaupun tidak
semua, namun kebanyakan naskah-naskah drama dibagi-bagi di dalam
babak. Suatu babak dalam naskah drama adalah bagian dari naskah drama
itu yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di satu tempat pada
urutan waktu tertentu.
Suatu babak biasanya
dibagi-bagi lagi dalam adegan-adegan. Suatu adegan ialah bagian dari
babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan peristiwa berhubung
datangnya atau perginya seorang atau lebih tokoh cerita ke atas
pentas. Bagian lain yang sangat penting dan secara lahiriah
membedakan sastra drama dari jenis fiksi lain adalah dialog. Dialog
adalah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu
tokoh dengan yang lain. Begitu pentinya kedudukan dialog di dalam
sastra drama, sehingga tanpa kehadirannya, suatu karya sastra tidak
dapat digolongkan ke dalam karya sastra drama.
Umumnya naskah
sastra drama mempunyai bagian lain yang jarang tidak hadir, yaitu
petunjuk pengarang. Petunjuk pengarang adalah bagian dari naskah yang
memberikan penjelasan kepada pembaca atau awak pementasan—misalnya
sutradara, pemeran, dan penata seni—mengenai keadaan, suasana,
peristiwa atau perbuatan dan sifat tokoh cerita. Bagian naskah
lainnya ialah prolog, namun tidak semua naskah memiliki prolog.
Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal.
Pada dasarnya prolog merupakan pengantar naskah yang dapat berisi
satu atau beberapa keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita
yang akan disajikan.
Disamping prolog
terdapat pula epilog. Epilog biasanya berisi kesimpulan pengarang
mengenai cerita; kadang-kadang kesimpulan itu disertai pula dengan
nasihat atau pesan. Solilokui adalah bagian lain dari naskah drama.
Solilokui merupakan suatu konvensi, yaitu suatu hal yang diterima
pembaca atau penonton sebagai suatu yang wajar di dalam kerangka
sastra drama. Aside adalah bagian naskah drama yang diucapkan oleh
salah seorang tokoh cerita dan ditunjukan langsung kepada penonton
dengan pengertian bahwa tokoh lain yang ada di pentas tidak
mendengar.
JENIS-JENIS
DRAMA
Drama Tragedi
Cerita drama yang
termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau
kematian. Contoh film yang termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan
Juliet atau Ghost. Sementara contoh FTV misteri yang termasuk dalam
jenis ini misalnya Makhluk Tengah Malam yang ending-nya bercerita
tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita ini bukan
berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena
itu, cerita Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis
drama tragedi.
Drama Komedi
1. Komedi Situasi,
cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain,
melainkan karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain
Sister Act dan Si Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk
dalam jenis ini antara lain Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan
Kecil-Kecil Jadi Manten.
2. Komedi Slapstic,
cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para pemainnya.
Misalnya, saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum
datang. Kemudian teman yang “culun” digoda teman yang lain dengan
menulisi pipinya menggunakan spidol. Contoh film komedi slapstic ini
di antaranya The Mask dan Tarzan.
3. Komedi Satire,
cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang termasuk
jenis ini adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara
contoh sinetronnya adalah Wong Cilik.
4. Komedi Farce,
cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan
kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan
televisi yang termasuk jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho,
Ngelaba, dan lain sebagainya.
Drama
Misteri
1. Kriminal, misteri
yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan biasanya
menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan
menjadi semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya.
Sering kali dalam cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan
untuk mengecoh penonton.
2. Horor, misteri
yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
3. Mistik, misteri
yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur ghaib.
Drama Laga/ Action
1. Modern, cerita
drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian atau
pertempuran, namun
dikemas dalam setting yang modern. Contoh jenis sinetron ini
misalnya Deru Debu,
Gejolak Jiwa, dan Raja Jalanan.
2. Tradisional,
cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun dikemas secara
tradisional. Beberapa sinetron yang termasuk jenis ini antara lain
Misteri Gunung Merapi, Angling Dharma, Jaka Tingkir, dan Wali Songo.
Untuk jenis drama laga ini biasanya skenario tidak banyak memakai
dialog panjang, tidak seperti skenario drama tragedi atau melodrama
yang kekuatannya terletak pada dialog. Jenis ini lebih banyak
mengandalkan action sebagai daya tarik tontonannya. Penontonnya bisa
merasakan semangat ketika menonton film ini.
Melodrama
Skenario jenis ini
bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan
mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing
untuk merasa iba pada tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis
ini jangan terjebak untuk membuat alur yang lambat. Konflik harus
tetap runtun dan padat. Justru dengan konflik yang bertubi-tubi pada
si tokoh akan semakin membuat penonton merasa kasihan dan bersimpati
pada penderitanya. Contoh sinetron jenis ini antara lain Bidadari,
Menggapai Bintang, dan Chanda.
Drama
Sejarah
Drama sejarah
adalah cerita jenis drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa
lalu, baik tokoh maupun peristiwanya. Contoh film yang bercerita
tentang peristiwa sejarah antara lain November 1828, G-30-S/PKI,
Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar. Sementara kisah
yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya antara
lain Tjoet Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini.
Unsur
Intrinsik
Unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri
(Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya
sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual
akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah
drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun
cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat
sebuah drana berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita
pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita
membaca sebuah naskah drama. Unsur yang dimaksud untuk menyebut
sebagian saja, misalnya: 1) judul; 2) tema; 3) plot atau alur ; 4)
tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6) konflik; dan 7)latar.
Judul
Judul adalah kepala
karangan atau nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang
dapat menyiratkan isi buku tersebut. Judul suatu karya (buku) drama
juga merupakan kunci untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi
karangan selalu berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan
merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi. Sugiarta dalam
Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat
manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam
cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik
perhatian.
Judul karangan
seringkali berfungsi menunjukan unsur-unsur tertentu dari karya
sastra, misalnya :
Dapat menunjukan
tokoh utama
Dapat menunjukan
alur atau waktu
Dapat menunjukan
objek yang dikemukakan dalam suatu cerita
Dapat
mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita
Dapat mengandung
beberapa pengertian
Tema
Tema adalah ide yang
mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang
dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya Tema dikembangkan
dan ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga menghasilkan
karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat,
arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan
sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber
konflik-konflik.
Jika dikaitkan
dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia
pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau
menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga sebagai
premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk
menentukan tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema
dibagi dua, yaitu tema mayor ( tema pokok cerita yang menjadi dasar
karya sastra itu) dan tema minor (tema tambahan yang menguatkan tema
mayor).
Plot
atau alur
Menurut Sudjarwadi
(2005), plot atau alur dalam drama tidak jauh berbeda dengan plot
atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama juga mengenal tahapan plot
yang dimulai dari tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan
perumitan, tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan akhir.
Hanya saja dalam drama plot atau alur itu dibagi menjadi babak-babak
dan adegan-adegan.
Babak
Babak adalah bagian
dari plot atau alur dalam sebuah drama yang ditandai oleh perubahan
setting atau latar. Sedangkan adegan merupan babak yang ditandai oleh
perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang dibicarakan.
Tokoh
cerita dan perwatakan
Tokoh cerita adalah
individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa
cerita. Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang, makhluk lain
seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau iblis, jin, setan,
sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya
sastra memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda
menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita
semakin menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh
dalam suatu cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central
character (tokoh utama) dan peripheral character (tokoh tambahan).
Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan penderitaannya dalam suatu karya sastra
(drama).
Ada tiga kriteria
untuk menentukan tokoh utama, yaitu :
Mencari
tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
Mencari
tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan
Melihat
intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita
(tema)
Berdasarkan
fungsinya dalam drama, tokoh cerita ada empat macam, yaitu tokoh
protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Ada pula
pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu tokoh utama,
tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh
cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak
mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).
Teknik
Dialog
Teknik dialog sangat
penting di dalam drama. Dialog merupakan ciri khas suatu karya drama.
Adanya teknik dialog secara visual membedakan karya drama dengan yang
lain, yaitu puisi dan prosa. Dialog ada juga di dalam puisi dan
prosa, tetapi tidak semutlak di dalam drama. Dialog di dalam drama
tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan dialog
para tokoh cerita. Dialog adalah percakapan tokoh cerita. Dalam
struktur lakon, dialog dapat ditinjau dari segi estetis dan segi
teknis. Dari segi estetis, dialog merupakan faktor literer dan
filosofis yang mempengaruhi struktur keindahan lakon. Dari segi
teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan yang ditulis dalam
tanda kurung. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog
mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para
tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh
yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan
tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat
watak atau kepribadian tokoh cerita.
Ada dua macam tenik
dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga teknik
dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau
peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran utama dalam sandiwara.
Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk menyampaikan
atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.
Konflik
Konflik adalah
pertentangan. Tokoh cerita dapat mengalami konflik, baik konflik
dengan diri sendiri, dengan orang / pihak lain, maupun dengan
lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama juga
mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang
memiliki hubungan kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat
menimbulkan atau menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh
cerita, suatu karya drama terasa monoton, akibatnya pembaca atau
penonton drama menjadi bosan.
Ada pendapat yang
menyatakan bahwa konflik dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik
eksternal dan internal. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa
konflik ada tiga macam, yaitu konflik mental (batin), konflik sosial,
dan konflik fisik. Konflik mental (batin) adalah konflik atau
pertentangan antara seseorang dengan batin atau wataknya. Konflik
sosial adalah konflik antara seseorang dengan masyarakatnya, atau
dengan orang / pihak lain. Konflik fisik adalah konflik antara
seseorang dengan kekuatan diluar dirinya, misalnya dengan alam yang
ganas, cuaca buruk, lingkungan yang kumuh, pergaulan yang salah.
Konflik merupakan kunci untuk menemukan alur cerita. Dengan adanya
konflik, maka cerita dapat berlangsung. Konflik berkaitan dengan
unsure intriksik yang lain, seperti tokoh, tema latar, dan tipe
drama. Konflik dapat menggambarkan adanya tipe drama.
Latar
Latar merupakan
unsur struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon atau crita
drama harus mendukung para tokoh cerita dan tindakannya. Pengarang
tentu membuat latar membuat latar yang tepat demi keberj\hasilan dan
keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang berhasil juga
menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang tepat
dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat
menghidupkan carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya
peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu,
iklim, dan periode sejarah. Latar mendukung dan menguatkan tindakan
tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan
realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
Fungsi latar yaitu:
1. menggambarkan
situasi
2. proyeksi
keadaan batin para tokoh cerita
3. menjadi
metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
4. menciptakan
suasana
Unsur-unsur latar
yaitu:
letak geografis
kedudukan /
pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
waktu terjadinya
peristiwa
lingkungan tokoh
cerita
Aspek latar
berdasarkan fungsinya mencakup:
tempat terjadinya
peristiwa
lingkungan kehidupan
sistem kehidupan
alat-alat atau
benda-benda
waktu terjadinya
peristiwa
Amanat
Menurut Akhmad
Saliman (1996 : 67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin
disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya secara tidak langsung
ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti
Kridalaksana (183) berpendapat amanat merupakan keseluruhan makna
konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan perasaan yang
hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang
digagas atau ditujunya. Amanat di dalam drama ada yang langsung
tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat
oleh penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang
profesional aja yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.
Bahasa
Menurut Akhmad
Saliman (1996 : 68), bahasa yang digunakan dalam drama sengaja
dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya sebagai sarana
komunikasi. Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri dalam
mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya. Selain berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga
berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa (style).
Bahasa yang dipilih
pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada
umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif),
yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan kesehatian. Bahasa
yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budyaa, dan
pendidikan.
Bahasa yang dipakai
dipilih sedemikian rupa dengan tujuan untuk menghidupkan cerita
drama, dan menghidupkan dialog-dialog yang terjadi di antara para
tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini seorang pengarang
drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada dalam
tata bahasa baku.
Unsur
Ekstrinsik
Menurut
Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal yang
berada di luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya
sastra tersebut. Misalnya faktor-faktor sosial politik saat karya
tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan
pengarang, dan sebagainya. Mengutip pernyataan Wellek dan Warren,
Tjahyono menjelaskan pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya
sastra mencakup empat hal. Salah satunya adalah mengkaji hubungan
sastra dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan
pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita budaya
tertentu akan sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut.
Unsur
yang membangun karya sastra berdasarkan pendekatan struktural
meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pembahasan kali ini akan
dikhususkan pada unsur ekstrinsik karya sastra, khususnya prosa.
Unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa
unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun
sebuah cerita. Oleh karena itu, unsur esktrinsik karya sastra harus
tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Sebagaimana
halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa
unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur
ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keadaan
subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan
pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang
dibuatnya.
b. Keadaan
psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun
penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c. Keadaan
lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d. Pandangan
hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
e. Latar belakang
kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat
mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang
budaya daerah tertentu, secara disadari atau tidak, akan memasukkan
unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.
Menurut
Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem
teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem
pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi
pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya sangat
kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar
belakang pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah
Minangkabau. Begitu pula novel Upacara karya Korrie Layun Rampan yang
dilatarbelakangi budaya Dayak Kalimantan karena pengarangnya berasal
dari daerah Kalimantan.
Begitu
pula dalam Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, kita akan
menemukan unsur intrinsik berupa nilai-nilai budaya. Terutama, yang
berkaitan dengan sistem mata pencaharian, sistem teknologi, religi,
dan kesenian. Mata pencaharian yang ditekuni para tokoh dalam novel
tersebut sebagai pencari damar dan rotan di hutan. Alat yang
digunakan masih tradisional.
Selain
budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas pengarang juga
dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam
novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah,
atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta
Bertasbih.
Latar
belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi
karya sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu
menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala
permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari.
Dengan
demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan
warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat
diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang
mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada
saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat
memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada
saat itu.